Rabu, 15 Oktober 2008

Sectio Caesarea

A. PENGERTIAN Sectio Caesarea adalah lahirnya janin melalui insisi didinding abdomen (laparotomi) dan dinding uterus (histerektomi) (Cuningham, F garry, 2005: 592). Operasi Caesar atau Sectio Caesarea adalah proses persalinan yang dilakukan dengan cara mengiris perut hingga rahim seorang ibu untuk mengeluarkan bayi (Mikoraharja, 2000). Ketuban Pecah Dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum ada tanda-tanda persalinan (Mansjoer, Arif, 1999: 310). Ketuban Pecah Dini didefinisikan sebagai amnioreksis sebelum permulaan pesalinan pada setiap tahapan kehamilan (Hecker, 2001: 304). Menurut Medicine and linuk (kedokteran dan linuk) Ketuban Pecah Dini yaitu apabila ketuban pecah spontan dan tidak diikuti tanda-tanda persalinan, beberapa jam sebelum inpartu, misalnya 1 jam atau 6 jam sebelum inpartu. Ada juga yang menyatakan dalam ukuran pembukaan servik pada kala I, misalnya ketuban pecah sebelum pembukaan servik pada primigravida 3 cm dan pada multigravida kurang dari 5 cm Masa nifas adalah periode setelah kelahiran bayi dan plasenta sampai sekitar 6 minggu setelah post partum (Hecker, 2001: 145). Sectio Caesarea merupakan tindakan operatif yang bertujuan menyelamatkan janin dan ibu.
6
7
B. ETIOLOGI 1. Etiologi Ketuban Pecah Dini Penyebab dari ketuban pecah dini (KPD) masih belum jelas ada berbagai faktor ikut serta dalam kejadiannya (Hecker, 2001: 304). a. Infeksi vagina dan servik b. Fisiologi selaput ketuban yang abnormal c. Inkompetensi servik d. Defisiensi gizi dari tembaga atau asam askorbat (vitamin C). Menurut Mansjoer Arif, faktor presdisposisi KPD yaitu infeksi genitalia, servik inkompeten, gamelia, hidramnion kehamilan pre-term, dan disproporsi sepalo pelvik. 2. Indikasi Section Caesarea (Cuningham, F Garry, 2005: 595) 7a. Riwayat Sectio Caesarea Uterus yang memiliki jaringan parut dianggap sebagai kontraindikasi untuk melahirkan karena dikhawatirkan akan terjadi Rupture uteri. Resiko Ruptur uteri meningkat seiring dengan jumlah insisi sebelumnya, klien dengan jaringan parut melintang yang terbatas disegmen uterus bawah, kemungkinan mengalami robekan jaringan parut simtomatik pada kehamilan berikutnya. Wanita yang mengalami Ruptur uteri beresiko mengalami kekambuhan, sehingga tidak menutup kemungkinan untuk dilakukan persalinan pervagina tetapi dengan beresiko Ruptur uteri dengan akibat buruk bagi ibu dan janin, american collage of obstetrician and ginecologistc (1999).
8
b. Distosia persalinan Distosia berarti persalinan yang sulit dan ditandai oleh terlalu lambatnya kemajuan persalinan, persalinan abnormal sering terjadi terdapat disproporsi antara bagian presentasi janin dan jalan lahir, kelainan persalinan terdiri dari : 1) Ekspulsi (kelainan gaya dorong) Oleh karena gaya uterus yang kurang kuat, dilatasi servik (disfungsi uterus) dan kurangnya upaya otot volunter selama persalinan kala dua. 2) Panggul sepit 3) Kelainan presentasi, posisi janin 4) Kelainan jaringan lemak saluran reproduksi yang menghalangi turunnya janin c. Gawat janin Keadaan gawat janin bisa mempengaruhi keadaan keadaan janin, jika penentuan waktu Sectio Caesarea terlambat, kelainan neurologis seperti cerebral palsy dapat dihindari dengan waktu yang tepat untuk Sectio Caesarea. 8d. Letak sungsang Janin dengan presetasi bokong mengalami peningkatan resiko prolaps tali pusat dan terperangkapnya kepala apabila dilahirkan pervagina dibandingkan dengan janin presentasi kepala.
9
9C. PATOFISIOLOGI Amnion terdapat pada plasenta dan berisi cairan yang didalamnya adalah sifat dari kantung amnion adalah bakteriostatik yaitu untuk mencegah karioamnionistis dan infeksi pada janin. Atau disebut juga sawar mekanik terhadap infeksi. Setelah amnion terinfeksi oleh bakteri dan disebut kolonisasi bakteri maka janin akan berpotensi untuk terinfeksi juga pada 25% klien cukup bulan yang terkena infeksi amnion, persalinan kurang bulan terkena indikasi ketuban pecah dini daripada 10% klien persalinan cukup bulan indikasi ketuban pecah dini akan menjadi tahap karioamnionitis (sepsis, infeksi menyeluruh). Keadaan cerviks yang baik pada kontraksi uterus yang baik, maka persalinan per vagina dianjurkan, tetapi apabila terjadi gagal induksi cerviks atau induksi cerviks tidak baik, maka tindakan Sectio Caesarea tepat dilakukan secepat mungkin untuk menghindari kecacatan atau terinfeksinya janin lebih parah. Gambar 1. Posisi Janin didalam Uterus
10
D. MANIFESTASI KLINIS Adapun tanda-tanda KPD yaitu (Mansjoer, Arif, 1999: 310): 1. Keluar air ketuban warna keruh, jernih, kuning, hijau atau kecoklatan sedikit atau sekaligus banyak 2. Dapat disertai demam apabila disertai infeksi 3. Janin mudah diraba 4. Pada pemeriksaan dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah kering 5. Inspekula tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban sudah kering dan tidak ada. E. GAMBARAN KLINIS 1. Tahapan dan Teknik Sectio Caesarea a. Insisi Abdomen 1) Insisi vertikal Insisi vertikal garis tengah intra umbilikus, insisi ini harus cukup panjang agar janin dapat lahir tanpa kesulitan. Oleh karena itu, panjang insisi harus sesuai dengan taksiran ukuran janin 2) Insisi Transversal atau lintang Kulit dan jaringan subcutan disayat dengan menggunakan insisi transversal rendah sedikit melengkung. Insisi dibuat setinggi garis rambut pubis dan diperluas sedikit melebihi batas lateral otot rektus. b. Insisi Uterus 101) Insisi Caesarea klasik Insisi Caesarea klasik adalah suatu insisi vertikal ke dalam korpus uterus diatas segmen bawa uterus dan mencapai fundus uterus.
11
Sebagian besar insisi dibuat di segmen bawah uterus secara melintang, insisi melintang disegman bawah memiliki keunggulan yaitu hanya memerlukan sedikit pemisahan kandung kemih dari miometrium dibawahnya. Indikasi untuk dilakukan insisi klasik untuk melahirkan janin : a) Apabila segman bawah uterus tidak bisa dipajankan atau dimasuki dengan aman karena kandung kemih melekat dengan erat akibat pembedahan sebelumnya, atau apabila terdapat karsinoma invasik di servik b) Janin berukuran besar, terletak melintang, selaput ketuban sudah pecah dan bahu terjepit jalan lahir c) Plasenta previra dengan implantasi anterior d) Janin kecil, presentasi bokong, segman bawah uterus tidak menipis e) Obesitas berat 2) Insisi Caesarea Transversal Insisi tranversal melalui segman bawah uterus merupakan tindakan untuk presentasi kepala, diantaranya : a) Lebih mudah diperbaiki b) Kemungkinan ruptur disertai keluarnya janin kerongga abdomen pada kehamilan berikutnya c) Tidak mengakibatkan perlekatan usus 11Insisi uterus harus dibuat cukup lebar agar kepala dan badan janin dapat lahir tanpa merobek atau harus memotong arteri dan vena uterina yang bejalan sepanjang batas lateral uterus.
12
Pelahiran janin : a. Pada presentasi kepala, satu tangan diselipkan kedalam rongga uterus diantara simpisis dan kepala janin kepala diangkat secara hati-hati dengan jari dan telapak tangan melalui lubang insisi melalui lubang insisi dibantu oleh penekanan sedang trans abdomen pada fundus. Gambar 2. Pengeluaran kepala janin dalam uterus b. Hidung dan mulut diaspirasi dengan bola penghisap (bulb syringe) untuk mencegah teraspirasinya cairan amnion dan isinya oleh janin, dilakukan sebelum thorak dilahirkan. c. Bahu dilahirkan dengan tanpa ringan disertai penekanan pada fundus d. Bagian tubuh lainnya segera menyusul, setelah bahu dilahirkan, ibu atau pasien diberi oksitosin 20 unit/liter dengan kecepatan 10 ml/menit sampai uterus berkontraksi dengan baik. e. Tali pusat diklem, bayi dipegang setinggi dinding abdoment. f. Plasenta dikelurkan dari uterus. 12g. Penjahitan uterus dan dinding abdoment.
13
Gambar 3. Pengeluaran bahu janin dari uterus Gambar 4. Pengeluaran janin dalam uterus 2. Indikasi Dilakukan Sectio Caesarea Yang Lain Diantaranya : 13a. Section Caesarea Ektra Peritoneum Diindikasikan bila terjadi kehamilan dengan infeksi isi uterus, tujuan operasi adalah untuk membuka uterus secara ektra peritoneum. Dengan melakukan insisi melalui ruang retziuz dan kemudian disepanjang salah satu sisi dan dibelakang kandung kemih untuk mencapai segman bawah uterus.
14
b. Sectio Caesarea Post Mortum Terkadang Section Caesarea dilakukan pada seorang wanita yang baru saja meninggal, atau yang diperkirakan tidak lama lagi akan meninggal. 3. Anestesia Sectio Caesarea Analgesia dan anestesia harus diberikan pada ibu yang akan melahirkan dengan cara tidak mengurangi aktifitas rahim, yang dapat mengubah kemajuan persalinan, maupun tidak mengurangi aliran darah rahim, yang akan dapat mengakibatkan gawat darurat janin atau depresi neonatal. a. Jalur Nyeri Pada Proses Persalinan Nyeri adalah rasa tak enak akibat perangsangan ujung-ujung syaraf khusus. Serat syaraf aferen viseral yang membawa impuls sensorik dari rahim memasuki medula spinalis pada segman torakal kesepuluh, kesebelas, dan keduabelas serta segman lumbal yang pertama (T 10 sampai L 1), adapun nyeri dari perineum melalui segman sakral kedua, ketiga, dan keempat (S 2 sampai S 4). b. Jenis Anestesia Untuk Sectio Caesarea 1) Anestesia Regional Memungkinkan ibu hamil dalam keadaan tetap sadar dan mengurangi kehilangan darah, resiko aspirasi paru-paru oleh isi lambung atau hipoksia yang kecil dan mengurangi efek obat pada neonatus. 142) Anestesia Epidural Anesthesia ini lebih dapat dikendalikan oleh kateter epidural, nyeri kepala tidak akan terjadi pasca operasi karena dura tidak ditusuk.
15
3) Anestesia Umum Di indikasikan bila dibutuhkan Sectio Caesarea yang mendesak pada perdarahan ibu. Gambar 5. Jalur Nyeri Persalinan 4. Komplikasi Komplikasi Sectio Caesarea mencakup periode masa nifas yang normal dan komplikasi setiap prosedur pembedahan utama. Kompikasi Sectio Caesarea (Hecker, 200: 341). a. Perdarahan Perdarahan primer kemungkinan terjadi akibat kegagalan mencapai hemostasis ditempat insisi rahim atau akibat atonia uteri, yang dapat terjadi setelah pemanjangan masa persalinan. b. Sepsis sesudah pembedahan Frekuensi dan komplikasi ini jauh lebih besar bila Sectio Caesarea dilakukan selama persalinan atau bila terdapat infeksi dalam rahim. Antibiotik profilaksis selama 24 jam diberikan untuk mengurangi sepsis. 15c. Cedera pada sekeliling stuktur
16
Beberapa organ didalam abdomen seperti usus besar, kandung kemih, pembuluh didalam ligamen yang lebar, dan ureter, terutama cenderung terjadi cedera. Hematuria yang singkat dapat terjadi akibatterlalu antusias dalam menggunakan retraktor didaerah dinding kandung kemih. Komplikasi Pada anak Seperti halnya dengan ibunya, nasib anak yang dilahirkan dengan Sectio Caesarea banyak tergantung dari keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan Sectio Caesaria. Menurut statistik di negara – negara dengan pengawasan antenatal dan intra natal yang baik, kematian perinatal pasca Sectio Caesaria berkisar antara 4 dan 7 % (Sarwono, 1999). Komplikasi dari Ketuban Pecah Dini diantaranya : a. Infeksi intra uteri b. Prola tali pusat c. Kelainan presentasi janin d. Persalinan per vaginam tidak diindikasikan 5. Proses Penyembuhan Luka Tubuh secara normal akan berespon terhadap cedera dengan dilkukan proses Sectio Cesarea “proses peradangan”, yang dikarakteristikkan dengan lima tanda utama: bengkak (swelling), kemerahan (redness), panas (heat), Nyeri (pain) dan kerusakan fungsi (impaired function). Proses penyembuhannya mencakup beberapa fase: 16a. Fase Inflamasi Fase inflamasi adalah adanya respon vaskuler dan seluler yang terjadi akibat perlukaan yang terjadi pada jaringan lunak. Tujuan yang
17
hendak dicapai adalah menghentikan perdarahan dan membersihkan area luka dari benda asing, sel-sel mati dan bakteri untuk mempersiapkan dimulainya proses penyembuhan. Secara klinis fase inflamasi ini ditandai dengan: Eritema, hangat pada kulit, oedem dan rasa sakit yang berlangsung sampai hari ke-3 atau hari ke-4. 17b. Fase Proliferatif Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah memperbaiki dan menyembuhkan luka Sectio Caesarea dan ditandai dengan proliferasi sel. Peran fibroblas sangat besar pada proses perbaikan yaitu bertanggung jawab pada persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan selama proses rekonstruksi jaringan. Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan), pemaparan sel fibroblas sangat jarang dan biasanya bersembunyi di matriks jaringan penunjang. Sesudah terjadi luka, fibroblas akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka, kemudian akan berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan beberapa substansi (kolagen, elastin, hyaluronic acid, fibronectin dan proteoglycans) yang berperan dalam membangun (rekontruksi) jaringan baru. Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membentuk cikal bakal jaringan baru (connective tissue matrix) dan dengan dikeluarkannya substrat oleh fibroblas, memberikan pertanda bahwa makrofag, pembuluh darah baru dan juga fibroblas sebagai kesatuan unit dapat memasuki kawasan luka. Sejumlah sel dan
18
pembuluh darah baru yang tertanam didalam jaringan baru tersebut disebut sebagai jaringan “granulasi”. Fase proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen telah terbentuk, terlihat proses kontraksi dan akan dipercepat oleh berbagai growth faktor yang dibentuk oleh makrofag dan platelet. 18c. Fase Maturasi Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir sampai kurang lebih 12 bulan. Tujuan dari fase maturasi adalah menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan yang kuat dan bermutu. Fibroblas sudah mulai meninggalkan jaringan granulasi, warna kemerahan dari jaringan mulai berkurang karena pembuluh mulai regresi dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut. Kekuatan dari jaringan parut akan mencapai puncaknya pada minggu ke-10 setelah perlukaan Sectio Caesarea. Luka dikatakan sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan jaringan parut mampu atau tidak mengganggu untuk melakukan aktifitas normal. Meskipun proses penyembuhan luka sama bagi setiap penderita, namun outcome atau hasil yang dicapai sangat tergantung pada kondisi biologis masing-masing individu, lokasi serta luasnya luka. Penderita muda dan sehat akan mencapai proses yang cepat dibandingkan dengan kurang gizi, diserta penyakit sistemik (Diabetes mellitus)
19
F. ADAPTASI FISIOLOGI DAN PSIKOLOGI POST PARTUM Adaptasi Fisiologi Post Partum 1. Tanta-tanda Vital Suhu 24 jam pertma meningkat kurang lebih 38º C akibt adanya dehidrasi dan perubahan hormonal. 2. Sisitem kardivaskuler Teknan darah terjdi penurunan sistolik, pulse, cardiac out put setelah persalinan meningkat, karena sebelumnya darah yang dialirkan melalui utero plasenta dikemblikan ke sirkulasi general, volume darah biasanya berkurang 300-400 ml selama proses persalinan sehubungan dengan pembedahan. 3. Sisitem endokrin Produk ASI mulai pada hari ke-3 post partum, pembesaran payudara oleh karena peningkatan sistem vaskuler dan limfatik yang mengelilingi payudara, hal ini dikarenakan hilangnya estrogen dan progesteron. 4. Sisitem gstrointestinal Pengembalian fungsi defekasi lambat dalam minggu pertama post partum dan kembali normal setelah minggu petama, hal ini disebabkan oleh karena penurunan motilitas usus, kehilangan cairan dan perubahan diit. 195. Sistem Musculoskleletal Terjadi peregangan dan penekanan otot, otot dinding perut teregang bertahap selama hamil menyebabkan hilangnya kekenyalan otot yang terlihat jelas setelah malahirkan. Dinding tampak lembek dan kendor (flaby), adanya striae gravidrum dan diastis rektus abdominlis bisa teraba, oedem ekstremitus bawah akan berkurang pada minggu pertama.
20
6. Sisitem Reproduksi Involusi uteri terjadi segera setelah melahirkan dan prosesnya cepat, setelah itu uterus membersihkn dirinya dari debris dengan pengeluaran pervagina yang disebut lochea, pengeluarn lochea dibedakan menjadi 4 macam, lochea rubra berwana merah pada hari pertama sampai hari ke-3, lochea sanguelenta berwarna putih bercampur merah pada hri ke-3 sampai hari ke-7, lochea serousa berwarna kekuningan mulai hari ke-7 sampai hari ke-14, dan lochea alba berwarna putih setelah hari ke-14. Tinggi Fundus Uteri sama dengan 2 jari dibawah pusat dan turun satu jari setiap hari. 7. Sistem Perkemihan Kandung kemih oedem dan sensifitas menurun sehingga mengkibatkan over distention, ketidak mampuan buang air kecil dalam dua hari post partum. Penimbunan cairan dalam jaringan dimulai 12 jam setelah melahirkan berupa keringat yang banyak. Adaptasi Psikologi Post Partum 1. Fase Taking In Ibu berperilaku tergantung pada orang lain, perhatian berfokus pada dirinya sendiri, pasif, belum ingin kontak dengan bayinya, berlangsung selama 1-2 hari. 202. Fase Taking Hold fokus perhatian lebih luas termasuk pada bayinya, mandiri dan inisitif dalam perawatan dirinya, berlangsung sampai10 hari.
21
3. Fase Letting Go Memperoleh peran dan tanggung jawab baru, perawatan diri dan bayinya meningkat terus. G. PEMERIKSAAN PENUNJANG Untuk mengetahui ketuban pecah dini dapat dilakukan pemeriksaan, diantaranya (Manjoer, Arif. 1999: 271) 1. Leukosit darah kurang dari 1500 permikro darah liter, bila terjadi nyeri 2. Tes lakmus merah mejadi biru 3. Amnias sintetis (dengan cara amnion yang cukup diperoleh dari vagina untuk pemeriksaan pematangan paru-paru janin, dan dilakukan pemeriksaan pewarnaan gram dan biakan) 4. USG, indeks caira amnion berkurang 5. Darah lengkap (Haemoglobin, Hematokrit, leukosit, trombosit, dll) H. TATALAKSANA MEDIS Penatalaksanaan medis dan perawatan setelah dilakukan Sectio Caesarea (Cuningham, F Garry. 2005: 614) 1. Perdarahan dari vagina harus dipantau dengan cermat 2. Fundus uteri harus sering dipalpasi untuk memastikan bahwa uterus tetap berkontraksi dengan kuat 213. Analgesia Meperidin 75-100 mg atau Morfin 10-15 mg diberikan, pemberian narkotik biasanya disertai anti emetik, misalnya Prometazin 25 mg
22
4. Periksa aliran darah uterus paling sedikit 30 ml/jam 5. Pemberian cairan intra vaskuler, 3 liter cairan biasanya memadai untuk 24 jam pertama setelah pembedahan 6. Ambulasi, satu hari setelah pembedahan klien dapat turun sebentar dari tempat tidur dengan bantuan orang lain 7. Perawatan luka, insisi diperiksa setiap hari, jahitan kulit (klip) diangkat pada hari keempat setelah pembedahan 8. Pemeriksaan laboratorium, hematokrit diukur pagi hari setelah pembedahan untuk memastikan perdarahan pasca operasi atau mengisyaratkan hipovolemia
229. Mencegah infeksi pasca operasi, Ampisilin 29 dosis tunggal, Sefalosporin, atau Penisilin spekrum luas setelahjanin lahir
23
23
24
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pelaksanaan asuhan keperawatan masa nifas pada Post-Op Sectio Caesarea melalui pendekatan proses keperawatan dengan melaksanakan : 1. Pengkajian Pada pengkajian klien dengan Sectio Caesarea, data yang dapat ditemukan meliputi distress janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi janin, prolaps tali pust, abrupsio plasenta dan plasenta previa. (Tucker, Susan Martin. 1998). 2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada klien dengan post operasi Sectio Caesare diantaranya : a. Nyeri yang berhubungan dengan kondisi pasca operasi. b. Resiko terhadap perubahan pola eliminasi perkemihan dan atau konstipasi yang berhubungan dengan manipulasi dan atau trauma sekunder terhadap Sectio Caesarea. c. Resiko terhadap infeksi atau cedera yang berhubungan dengan prosedur pembedahan. d. Kurang volume cairan berhubungan dengan perdarahan (Doenges, 2000) e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik (Doenges, 2000) 24
25
f. Kurang pengetahuan perawatan diri dan bayi berhubungan dengan kurang informasi (Doenges, 2000) 3. Fokus Intervensi a. Nyeri yang berhubungan dengan kondisi pasca operasi. Tujuan : Nyeri diminimalkan atau dikontrol dan pasien mengungkapkan bahwa ia nyaman. Kriteria Hasil : Klien mengungkapkan bahwa klien nyaman Intervensi : 1) Antisipasi kebutuhan terhadap obat nyeri dan atau metode tambahan penghilang nyeri. 2) Perhatikan dokumentasikan, dan identifikasi keluhan nyeri pada sisi insisi; abdomen, wajah meringis terhadap nyeri, penurunan mobilitas, perilaku distraksi atau penghilang. 3) Berikan obat nyeri sesuai pesanan dan evaluasi efektivitasnya. 4) Berikan tindakan kenyamanan lain yang dapat membantu, seperti perubahan posisi atau menyokong dengan bantal. 25b. Resiko terhadap perubahan pola eliminasi perkemihan dan atau konstipasi yang berhubungan dengan manipulasi dan atau trauma sekunder terhadap Sectio Caesaria. Tujuan : Berkemih secara spontan tanpa ketidak nyamanan Mengalami defeksi dalam 3 sampai 4 hari setelah pembedahan. Kriteria Hasil : Klien tidak ada permasalahan dengan pola eliminasi Intervensi :
26
1) Anjurkan berkemih setiap 4 jam sampai 6 jam bila mungkin. 2) Berikan teknik untuk mendorong berkemih sesuai kebutuhan. 3) Jelaskan prosedur perawatan perineal per kebijakan Rumah Sakit. 4) Palpasi abdomen bawah bila pasien melaporkan distensi kandung kemih dan ketidakmampuan untuk berkemih. 5) Anjurkan ibu untuk ambulasi sesuai toleransi. c. Resiko terhadap infeksi atau cedera yang berhubungan dengan prosedur pembedahan. Tujuan : Insisi bedah dan kering, tanpa tanda atau gejala infeksi, Involusi uterus berlanjut secara normal Kriteria Hasil : Tidak ada tanda-tanda nfeksi, tidak ada eksudat, dan suhu normal 36º C - 37º C Intervensi : 1) Pantau terhadap peningkatan suhu atau takikardia sebagai tanda infeksi. 2) Observasi insisi terhadap infeksi. 3) Penggantian pembalut atau sesuai pesanan 4) Kaji fundus, lochea, dan kandung kemih dengan tanda vital sesuai pesanan. 5) Massage fundus uteri bila menggembung dan tidak tetap keras d. Kurang volume cairan berhubungna dengan perdarahan (Doenges, 2000) Tujuan : Memenuhi kebutuhan cairan sesuai kebutuhan tubuh Kriteria Hasil : Intake dan out put seimbang Intervensi : 26
27
1) Observasi perdarahan dan kontraksi uterus 2) Monitor intake dan out put cairan 3) Monitor tanda-tanda vital 4) Observasi pengeluaran lochea, warna, bau, karakteristik dan jumlah 5) Kolaborasi pemberian cairan elektrolit sesuai program e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik (Doenges, 2000) Tujuan : Aktivitas kembali sesuai kemampuan klien Kriteria hasil : Klien bisa beraktivitas seperti biasa Intervensi : 1) Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari seminimal mungkin 2) Berikan posisi yang nyaman 3) Bantu klien dalam ambulasi dini 4) Anjurkan menghemat energi, hindari kegiatan yang melelahkan 5) Jelaskan pentingnya mobilisasi dini 27f. Kurang pengetahuan perawatan diri dan bayi berhubungan dengan kurang informasi (Doenges, 2000) Tujuan : Pengetahuan klien meningkat Kriteria hasil : Klien mampu mengungkapkan pemahaman tentang perawatan setelah operasi Sectio Caesarea
28
Intervensi : 1) Kaji tingkat pengetahuan klien tentang manfaat ASI dan menyusui 2) Berikan tentang perawatan diri 3) Diskusikan bersama klien tentang kebutuhan yang diperlukan bayi 4) Perlunya perawatan payudara dan ekpresi manual bila menyusui 5) Diskusikan cara pemberian ASI yang baik dan manfaat ASI 28
29BAB III TINJAUAN KASUS
29
A. PENGKAJIAN Pengkajian dilakukan pada hari Jum’at, 10 agustus 2007 di bangsal Mawar I RSUD Dr. Moewardi Surakarta dengan menggunakan metode wawancara, auto anamnesa, dan melihat catatan status klien. 1. Identitas Identitas klien: Nama Ny. S, umur 25 tahun, agama Islam, suku Bangsa Indonesia, pendidikan SMA, pekerjaan ibu rumah tangga, alamat Gendungan Rt 18/07 Dawung Rejo, Wonogiri, kawin. Identitas masuk tanggal masuk 6 Agustus 2007, No. RM 854001, ruang mawar I, diagnosa medis Ketuban Pecah Dini. Identitas penanggung jawab: Nama Tn. A, umur 30 tahun, agama Islam, suku bangsa Indonesia, pendidikan SMA, pekerjaan swasta, alamat Gendungan Rt 18/07 Dawung Rejo, Wonogiri, stasus kawin, hubungan dengan klien adalah suami. 2. Riwayat Kesehatan a. Keluhan utama Klien mengatakan “nyeri pada luka jahitan opersinya, tidak lemes, kebutuhan tidur cukup” b. Riwayat kesehatan sekarang Klien dengan G1 P0 A0 umur kehamian kurang lebih 36 minggu, merasa kontraksi terus menerus, keluar cairan kuning pervagina dan dibawa
30
kerumah sakit jam 23.00 WIB. Klien tidak dengan his, team dokter merencanakan Operasi Sectio Caesarea dengan indikasi ketuban pecah dini. Jam 23.30 WIB kemudian diakjukan Opereasi Sectio Caesarea di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Bayi lahir dengan berat badan 2600 gr, lingkar kepala 24 cm, panjang 46 cm. setelah Post-Op Sectio Caesarea, jenis kelamin perempuan, klien mengeluh kan rasa nyeri yang sangat didaerah insisi. c. Riwayat kesehatan dahulu Klien mengatakan “pernah dirawat di Rumah Sakit dengan masalah anemia”, klien selalu memeriksakan masalah penyakitnya ke pelayanan kesehatan terdekat. d. Riwayat kesehatan keluarga Klien mengatakan “dalam keluarga tidak ada yang mempunyai penyakit tekanan darah tinggi dan penyakit gula”, keluarga klien selalu memeriksakan masalah kesehatan di pusat pelayanan kesehatan terdekat. e. Riwayat kehamilan dan persalinan No Kehamilan Umur Kehamilan Partus Penolong BB (Kg) PB (Cm) Jenis Kelamin 1 G1P0A0 35 minggu Sectio Caesarea Dokter 2600 46 Perempuan 30f. Riwayat Obstetri Menarche umur 14 tahun, lama menstruasi 6 hari, siklus 28 hari, tidak ada keluhan pada menstrusi, status klien kawin, kawin 1 kali, usia pada saat kawin 22 tahun, lama perkawinan 2 tahun.
31
g. Riwayat Ginekologi Bentuk panggul klien Gynecoid. Ukuran panggul 20 cm, dan tinggi badan 153 cm. h. Riwayat KB Klien mengatakan “menggunakan KB suntik tiga bulanan”, klien hanya menggunakan kontrasepsi suntik dengan interval 3 bulanan. 3. Pola Fungsional Sehari-hari Pengkajian pola fungsional menurut Virginia Henderson a. Pola Bernafas Klien mengatakan ”nafasnya tidak mempunyai masalah, tidak sesak nafas”, klien bernapas tidak dengan alat bantu, frekuensi 20 kali/menit dengan bernapas teratur dan tidak terlalu dalam. b. Pola Nutrisi Dan Metabolisme Klien mengatakan ”makan porsi dari rumah sakit habis, kebiasan makan klien tiga kali sehari, makanan yng biasa dikonsumsi saperti nasi, sayur mayur, daging, ikan, telor, dan buah-buahan” 31c. Pola eliminasi Klien mengatakan ”sudah BAB satu hari yang lalu, dan tidak ada keluhan pada wktu BAB, BAK 3 – 4 kali sehari dengan tidak ada keluhan, warna urine kuning”, klien tidak dengan konstipasi dengan didapatkan data gerak peristaltik usus tidak mengalami penurunan yaitu 12 x/menit, frekuensi BAB klien satu hari sekali.
32
d. Pola Keseimbangan dan Gerak Pola keseimbangan gerak klien terbatas, dengan adanya rasa nyeri pada daerah post opersi Sectio Caesarea, tetapi klien mengatakan ”tidak merasa lemah dan letih”, tidak ada gangguan gerak yang disebabkan oleh sistem musculoskeletal, aktifitas yang dilakukan klien adalah tirah baring, istirahat ditempat tidur. e. Pola Istirahat dan Tidur Klien mengatakan ”tidur malam hari dari jam 10.00 wib sampai jam 05.00 wib dengan kualitas tidur cukup”, klien tidak ada gangguan tidur atau tidak insomnia. f. Pola Mempertahankan Temperatur Bila klien merasa suhu tubuhnya naik klien mempertahankan temperatur dan suhu tubuh dengan mengkompres bagian ketiak dengan air hangat dan minum obat penurun panas g. Pola Personal hygiene setelah klien operasi Sectio Caesarea kebutuhan mandi, gosok gigi dibantu oleh keluarganya untuk sementara waktu h. Pola Komuniksi Komunikasi klien dengan orang lain baik, jelas dalam pengucapan kata-kata, komuniksi yang dilakukan oleh klien menggunakan bahasa jawa dan Indonesia, dengan intensitas komunikasi yang cukup 32i. Kebutuhan Spiritual Klien mengatakan ”dalam menjalankan ibadah selalu mentati ajaran agama atau kepercayaan yaitu ajaran agama islam”, klien tidak percaya bahwa makan daging dan ikan tidak baik setelah melahirkan.
33
j. Kebutuhan Berpakaian Klien mengatakan ”dalam sehari klien mengganti pakaiannya dua kali, dan jenis kain yang disukai adalah yang berkain catton”. k. Kebutuhan Rasa Nyaman Klien mengatakan ”merasa aman bila ada keluarga yang mendampingi di Rumah Sakit, dan mersa lebih nyaman bila perutnya atau bekas operasi dielus-elus”, klien merasa aman bila diperhatikan oleh perawat yang bertugas merawat klien. l. Kebutuhan Bekerja Klien mengatakan ”yang bekerja adalah suaminya”, dan klien sebagai ibu rumah tangga saja, suaminya sebagai tulang punggung keluarga” m. Kebutuhan Rekreasi Klien mengatkan ”untuk menghilangkan kejenuhan klien mengisi waktu luangnya dengan berkumpul dan bersama anggota keluargannya untuk sekedar bercerita, dan menonton televisi”. n. Kebutuhan Belajar Klien mengatakan ”belum tahu cara perawatan diri dan bayinya, belum tahu cara menyusui dengan baik”, latar belakang pendidikan klien adalah lulusan SMP. 334. Pengkajian Fisik Keadaan umum, penampilan klien baik, kesadaran Compos Mentis, tanda-tanda vital klien dari tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 80 kali per menit, suhu badan 37 C, respiratory 20 kali per menit, tinggi badan klien 156 cm
34
dan bert badan 70 kg, keadaan kepala mesochepal, mata klien dengan penglihatan masih tajam, konjungtivitas tidak anemis, sklera tidak ikterik, hidung bersih tidak ada Polip Epistaksis tidak ada, rongga mulut: mukosa mulut sedikit kering, leher tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, telinga klien pendengaran baik, serumen tidak ada. Pada pemeriksaan dada, Paru-paru: Inspeksi, dada terlihat normal tidak barel chest, palpasi dengan hasil sonor, reflek taktil fromitus kanan kiri sama, tidak ada nyeri tekan dan masa, pada auskultasi bunyi nafas vesikuler. Pada pemeriksaan jantung dengan inspeksi: Terlihat dada normal, gerakan dada pada saat inspirasi mengembang, palpasi pada batas jantung inter costal ke-3 dan ke-5, 2 cm dari sternum, perkusi tidak ada nyeri, lokasi denyutan ictus cordis di inter costal ke-5, auskultasi terdengan buyi jantung I dan bunyi jantung II. Pada pemeriksaan abdomen, inspeksi: Terdapat luka insisi dan di tutup verban kurang lebih 17 cm, dari hasil auskultasi terdengar gerak peristaltik usus 12 x/menit, palpasi: Tinggi vundus uteri tiga hari post partum setinggi dua jari di atas umbilicus, nyeri tekan, perkusi adanya nyeri tekan. Ektremitas superior dan inferior klien tidak terdapat oedem, dan pada daerah genitalia klien masih mengeluarkan lochea. Kuku dan kulit, kulit klien warna sawo matang, turgor baik, mobilissi kurang, kuku klien putih kokoh dan pengisian kapilari refil kurang dari 3 detik. 345. Pemeriksaan Bayi Keadaan umum bayi, kepala: Mesocepale, berat badan : 2600 gr, tinggi badan: 46 cm, lingkar kepala: 34 cm, lingkar dada: 32 cm, mata tidak
35
ikhterik, pada ektremitas terdapat reflek bayi dan umur bayi adalah dua hari. Apgar Score (Warna kulit, Frekuensi nadi, Reaksi rangsangan, Aktivitas) tanggal pemeriksaan adalah 10 agustus 2007 No APGAR SKOREKETERANGAN 1 Warena kulit 1 Badan merah, ektremitas biru 2 Frekuensi nadi 2 Nadi 110 kali per menit 3 Reaksi rangsangan 1 Sedikit gerakan mimic 4 Aktivitas 1 Aktifitas sedikit fleksi 5 Usaha nafas 2 Baik, menangis Jumlah 7 6. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 10 Agustus 2007 NO Pemeriksaan Hasil Satuan Normal 1 Haemoglobin 12,3 g/dl P: 12-14 g/dl L: 13-16 g/dl 2 Hematokrit 36,0 Vol % P: 37-43 L: 40-48 3 Leukosit 1200 ul 5000-10.000 4 Trombosit 300.000 /ul 150.000-400.000 5 Albumin 2,2 g/dl 3,5-5,0 b. Teraphy obat pada tanggal 10 agustus 2007 Teraphy obat diantaranya adalah Metronidazole 100 mg per 12 jam, Sefalosporin 1 g per 8 jam, Antalgin 3 ml per 8 jam, infuse RL 20 tetes per menit. 35
36
B. ANALISA DATA Data Fokus Data Subyektif (DS) yang didapatkan adalah kien mengatakan “nyeri pada luka soperasinya”, klien mengatakan “luka operasinya terasa panas”, klien mengatakan “nyeri yang sangat bila untuk bergerak”, klien mengatakan ”tidak tahu cara perawatan luka operasi”, klien mengatakan “kurang tahu cara perawatan diri setelah melahirkan”, klien mengatakan “tidak tahu cara pemberian ASI yang baik”. Data Obyektif (DO): Terdapat luka post-op Sectio Caesarea panjang insisi 17 cm, klien tampak menahan nyeri, meringis kesakitan, luka Post-Op tertutup verban, klien belum mau mobilisasi secara penuh klien terlihat kurang istirahat, dan skala nyeri 6. C. PERUMUSAN MASALAH TGL DATA PROBLEM ETIOLOGI DS : - Klien mengatakan nyeri pada luka operasinya - Klien mengatakan ”luka operasinya terasa panas” - Klien mengatakan ”nyeri yang sangat bila untuk bergerak” 10-08-07 DO : - Terdapat luka post-op Sectio Caesarea panjang insisi 17 cm hari ke-3 - Klien tampak menahan nyeri - Meringis kesakitan skala nyeri 6 Nyeri Kondisi pasca operasi DS : - Klien mengatakan ”tidak tahu cara perawatan luka operasi” - Klien mengatakan ”luka operasinya terasa panas 10-08-2007 DO : - Terdapat luuka post-op Sectio Caesarea panjang insisi 17 cm - Post-op tertutup verban Resiko tinngi infeksi Prosedur pembedahan DS : - Klien mengatakan ”kurang tahu cara perawatan diri setelah melahirkan” - Klien mengatakan ”tidak tahu cara pemberian ASI yang baik” 10-08-2007 DO : - Klien terlihat kebingungan - Klien terlihat belum mau menyusui anaknya payudara tegang dan membesar Kurang pengetahuan diri dan bayi Kurang informasi 36
37
D. PRIORITAS MASALAH 1. Nyeri berhubungan dengan kondisi pasca operasi 2. Resiko tinngi infeksi berhubungan dengan Prosedur pembedahan 3. Kurang pengetahuan diri dan bayi berhubungan dengan Kurang informasi E. INTERVENSI KEPERAWATAN TGL No Dx Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi 10-08-07 1 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 kali 24 jam diharapkan nyeri diminimalkan atau berkurang dengan kriteria hasil : - klien mengungkapkan bahwa ia nyama a. identifikasi keluhan nyeri pada sisi abdomen, penurunan mobilitas b. monitoring vital sign c. ubah posisi senyaman mungkin d. ajarkan teknik relaksasi e. berikan obat nyeri sesuai pesanan dan evaluasi efektifitasnya 10-08-07 2 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 kali 24 jam diharapkan insisi bedah kering, tanpa tanda atau gejala infeksi. Dengan kriteria hasil : a. tidak ada tanda infeksi b. tidak ada eksudat c. suhu normal 36ºC sampai 37ºC a. monitoring terahdap peningkatan suhu atau takikardia sebagai tanda infeksi b. observasi insisi terhadap infeksi, penggantian verban sesuai pesanan atau order c. monitoring vital sign d. massase fundus uteri menggembung dan tidak tetap keras e. kolaborasi pemberian antiobiotika sesuai order 10-08-07 3 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 kali 24 jam diharapkan klien mengungkapkan pemahaman tentang perawatan diri dan bayi, dengan kriteria hasil : a. klien menjelskan kembali kebutuhan diri dan bayi b. klien mempraktekan teknik menyusui dengan baik c. klien mampu mengeluarkan ASI dengan baik a. Kaji tingkat pengetahuan klien tentang ASI b. Berikan tentang perawatan diri c. Diskusikan bersama klien tentang kebutuhan yang diperlukan bayi d. Perlunya perawatan payudara dan ekpresi manual bila menyusui e. Jelaskan pentingnya ASI bagi bayi dan teknik menyusui yang baik 37
38
F. IMPLEMENTASI TGL NO DX IMPLEMENTASI RESPON KLIEN 10-08-07 08.00 08.30 09.00 09.10 10.00 10.30 1 1,2 1,2 1 1 2 3 Mengidentifikasi nyeri pada klien Mengukur tanta-tanda vital Kolaborasi pemberian obat injeksi : a. Antalgin 3 ml/8 jam b. Sefalosporin 1g /8 jam c. Metronidazole 100 ml/12 jam d. Traneksamat 5 ml/8 jam Mengatur posisi klien semi fowler Mengajari klien teknik relaksasi : Napas dalam Mengobserfasi keadaan insisi operasi dan mengukur suhu (peningkatan suhu) dan nadi. Mendiskusikan cara pemberian ASI yang baik dan manfaat ASI S: Kien mengatakan ”luka operasinya masih terasa nyeri” O: Kien tampak menahan nyeri P: Inkontinuits jaringan luka operasi Q: Panas, seperti terbkar R : Abdomen S : Skala nyeri 6 T: Nyeri hilang timbul, nyaman bila istirahat S : Klien menagtakan bersedia diukur tensinya O : - TD : 120/70 mmHg - N : 80 x/menit - RR : 20 x/menit - S : 37º C S: Klien mengatakan kesakitan ketika obat dimasuka (injeksi) O: Kien kooperatif S: Klien lebih terasa nyama O: Klien terlihat nyaman S: Klien mengatakan mau melakukan napas dalam O: Klien melakukan teknik relaksasi S: Klien mengatakan luka operasinya terasa panas O: Klien kooperatif luka sedikit merah, suhu : 37 C, nadi : 84 x/menit, verban tampak lembab atau tidak kering S: Klien mengatakan sedikit tahu mengenai ASI dan cara menyusui O: Klien koopertif, klien menanyakan man faat ASI 11-08-07 07.30 1,2 Mengukur tranda-tanda vital, peningkatan suhu mengindikasikan adanya infeksi S: Klien mengatakan bersedia dilakukan pemeriksaan O: Kien kooperatif - TD : 120/80 mmHg - N : 82 x/menit - RR : 18 x/menit - S : 37 C 38
39
08.00 08.30 10.00 13.00 2 2 3 1 Order mengganti verban, medikasi, Heating-up setengah jahitan Kolaborasi pemberian obat injection sesuai order a. Antalgin 3 ml/8 jam b. Sefalosporin 1g /8 jam c. Metronidazole 100 ml/12 jam d. Traneksamat 5 ml/8 jam Mendiskusikan cara pemberian ASI yang baik dan manfaat ASI Mengidentifikasi masalah nyeri pada klien S: Klien mengatakan bersedia diakukan penggantian verban O: Klien kooperatif, klien menahan sakit, tidak ada eksudat, tanda infeksi tidak ada S: Klien mengatajkan bersedia di suntik O: Obat injeksi masuk melalui selang infuse S: Klien mengatakan ASI sangat penting untuk kesehatan anaknya O: Klien kooperatif, klien menjelaskan kembali perkataan perawat tentang teknik menyusui S: Klien mengatakan nyeri sedikit berkurang setelah dilakukan penggantian verban O: Skala nyeri dipertahankan, skala nyeri 4 dari 1-10 12-08-07 15.00 16.00 16.30 2 1,2 1,2 Mengobsrvasi luka insisi terhadap infeksi, monitoring terhadap peningkatan suhu tubuh atau takikardia sebagai tanda-tanda infeksi Mengukur vital sign Kolaborasi pemberiann obat injeksi a. Antalgin 3 ml/8 jam b. Sefalosporin 1g /8 jam c. Metronidazole 100 ml/12 jam d. Traneksamat 5 ml/8 jam S: Klien mengatakan bersedia dilakukan pemeriksaan O: Luka tertutup verban kering, 17 cm, suhu 37 C, dan nadi *0 x/menit S: Klien mengatakan mau di tensi O: - TD : 120/80 mmHg - N : 82 x/menit - RR : 18 x/menit - S : 37 C S: Klien mengatakan mau di suntik O: Obat masuk melalui selang infus 39
40
G. EVALUASI TGL NO Dx EVALUASI Ttd 12-08-07 1 S : Klien mengatakan nyeri pada luka operasinya sudah mulai berkurang, tidak seperti hari pertama setelah operasi dan sekarang sudah nyaman O : Klien mengontrol nyeri dengan relaksasi, klien sudah tidak tampak meringis kesakitan A : Masalah teratasi P : Intervensi dipertahankan Amin 12-08-07 2 S : Klien mengatakan luka operasinya sudah tidak terasa seperti terbakar, luka terasa kerig O : Tidak ada eksudat, suhu normal 37 C, nadi 80 x/menit dan tidak ada indikasi infeksi A : Masalah teratasi sebagian P : Lanjutkan intervensi - Observensi insisi terhdap tanda-tanda infeksi - Massase daerah fundus uteri bila menegang dan mengeras - Heathing-up hari ke-7 post op - Kolaborasi pemberian antibiotik Amin 12-08-07 3 S : Klien menyatakan pengetahuannya menjadi bertambah tentang teknik pemberian ASI, dn manfaat ASI bagi bayi O : Klien menjelaskan kembali mengenai teknik pemberian ASI dan manfaat ASI bagi bayinya A : Masalah teratasi P : Intervensi dihentikan Amin 40
41BAB IV PEMBAHASAN
41
Pada bab ini penulis menguraikan pembahasan diagnosa yang muncul dan tidak muncul pada Ny. S dengan Post-Op Sectio Caesarea dengan indikasi ketuban pecah dini, dimana asuhan keperawtan dilakukan pada tanggal 10 agustus 2007 di bangsal mawar I RSUD Dr. Moewardi Surakarta A. Diagnosa keperawatan yang muncul pada pengkajian 1. Nyeri berhubungan dengan kondiasi pasca operasi (Tucker, =Susun martin. 1998) Nyeri adalah keadaan dimana individu mengalami dan melaporkan adanya keadaan ketidak nyamanan yang hebat, atau sensasi yang tidak menyenagkan diman sensasi dengan batasan batasan karakteristik yaitu mendiskripsikan tentang nyeri, perubahan tonus otot dan perilaku distraksi (Carpenito, 2000: 225). Nyeri merupakan tanda penting terhadap adanya gangguan fisiologis: a. Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. b. Teori Specificity “suggest” menyatakan bahwa nyeri adalah sensori spesifik yang muncul karena adanya injury dan informasi ini didapat
42
melalui sistem saraf perifer dan sentral melalui reseptor nyeri di saraf nyeri perifer dan spesifik di spinal cord. c. Teori Get Control dikemukanan oleh Melzack dan wall pada tahun 1965, dalam teori ini dijelaskan bahwa Substansi gelatinosa (SG) yang ada pada bagian ujung dorsal serabut saraf spinal cord mempunyai peran sebagai pintu gerbang (gating Mechanism), mekanisme gate control ini dapat memodifikasi dan merubah sensasi nyeri yang datang sebelum mereka sampai di korteks serebri dan menimbulkan nyeri. Data yang mendukung diagnosa ini yaitu data subyektif (DS): Klien mengatakan ”nyeri pada luka operasinya”, klien mengatakan ”luka operasinya terasa panas”, klien mengatakan ”nyeri yang sangat bila untuk bergerak”. Data obyektif (DO): Terdapat luka Post-Op Sectio Caesarea panjang insisi 17 cm, klien tampak menahan nyeri, P: inkontinuitas jaringan luka operasi, Q: panas, seperti terbkar, R: nyeri pada daerah abdomen, Post-Op Sectio Caesarea, S: skala nyeri 6, T: nyeri hilang timbul, nyaman bila istirahat. Penulis memprioritaskan masalah nyeri menjadi diagnosa yang aktual karena klien merasa tidak nyaman, dengan adanya nyeri yang sangat aktifitas klien tergaggu akibat rasa nyeri Tindakan keperawatan dan rencana tindakan keperawatan diagnosa keperawatan nyeri berubungan dengan kondisi pasca operasi adalah identifikasi keluhan nyeri pada sisi abdomen, penurunan mobilisasi 42
43
(klasifikasi nyeri) dengan rasional untuk mengetahui tingkat nyeri klien sehingga dapat diketahui P, Q, R, S, T klien. Mengajarkan teknik relaksasi dengan teknik nafas panjang, rasionalnya adalah relaksasi dapat mengurangi ketegangan otot-otot yang akan mengurangi nyeri (Carpenito. 2000). Memberikan dan mengubah posisi senyaman mungkin dengan rasional dapat membantu klien dalam mengurangi rasa nyeri (Doengoes, 2000). Pemberian obat sesuai order yaitu analgetika yaitu antalgin 3 ml/8 jam dengan rasional adalah obat analgetika akan menekan rasa nyeri. Evaluasi setelah 3 kali 24 jam dilakukan tindakan keperawatan dari diagnosa ini Data Subyektif (DS): Klien mengatakan ”nyeri pada luka operasinya sudah mulai berkurang, tidak seperti hari pertama setelah operasi dan sekarang sudah nyaman”. Data Obyektif (DO): Klien mengontrol nyeri dengan relaksasi, klien sudah tidak tampak meringis kesakitan. Hal tersebut menunjukan masalah teratasi sebagian sesuai dengan kriteria hasil dan tujuan dari intervensi yang telah ditetapkan, untuk itu intervensi dipertahankan sampai nyeri berkurang dan hilang. 2. Resiko tinngi infeksi berhubungan dengan Prosedur pembedahan (Tucker, Susun Martin, 1998). Resiko tinggi infeksi merupakan keadaan dimana mahluk hidup atau seseorang terserang oleh agen patogenik atau oportunistik (virus, jamur, 43
44
bakteri, protozoa, parasit, dll) didukung dengan port de-entri mahluk hidup tersebut. Diagnosa resiko tinggi infeksi ini dapat ditegakkan apabila ada faktor pendukung, diantaranya adalah tindakan infasif, adanya port de-entri bagi agen patogenik atau oportunistik (Carpenito. 2004). Diagnosa tersebut diangkat karena pada klien didapatkan Data Subyektif (DS): Klien mengatakan ”tidak tahu cara perawatan luka operasi”, klien mengatakan ”luka operasinya terasa panas”. Data Obyektif (DO): Terdapat luka Post-Op Sectio Caesarea panjang insisi 17 cm, Post-Op tertutup verban. Diagnosa ini menjadi diagnosa yang kedua karena merupakan resiko, bila tidak segera dilakukan tindakan keperawatan maka masalah akan menjadi aktual. Infeksi akan memperlambat proses penyembuhan luka dan jika perawatan luka tidak mengguanakan teknik aseptic dan didukung daya tahan tubuh yang tida baik dari klien, maka akan terjadi infeksi (Doengoes. 2000). Implementasi keperawatan dan intervensi diagnosa kedua adalah mengukur vital sign dengan rasional peningkatan suhu badan dapat diindikasikan adanya proses inflamasi atau infeksi, peningkatan nadi (takikardia) juga dapat diindikasikan adanya inflamasi atau infeksi, kolaborasi pemberian antibiotika sepalosporin 1g /8 jam dengan rasional umtuk mencegah infeksi pasca operasai, mengobservasi keadaan insisi operasi dan mengukur suhu tubuh dan nadi. Melakukan penggantian verban perawatan luka dan heating-up setengan jahitan dengan teknik 44
45
aseptic, rasionalnya dalah membantu mencegah dan membatasi penyebaran infeksi (Doengoes, 2000). Pengangkatan benang jahitan pada hari ke-4 dilakukan sesuai order dengan rasional hari ke-4 setelah operasi Sectio Caesarea, jaringan parut sudah mulai terbentuk. Perawatan luka penting dianjurkan untuk klien agar klien mengerti tentang prosedur tindakan perawatan luka, anjurkan klien menjaga kebersihan didaerah luka Post-Op untuk mencegah infeksi lebih lanjut. Hasil evaluasi dari diagnosa ini adalah data subyektif (DS): Klien mengatakan ”luka operasinya sudah tidak terasa seperti terbakar, luka terasa kerig”. Data obyektif (DO): Tidak ada eksudat, suhu normal 37º C, nadi 90 x/menit dan tidak ada indikasi infeksi. Hal tersebut menunjukan bahwa tindakan keperawaatan dapat mencegah adanya infeksi, masalah teratasi sebagian dan rencana tindakan dilanjutkan lanjutkan intervensi: Observasi insisi terhdap tanda-tanda infeksi, masase daerah fundus uteri bila menegang dan mengeras, heathing-up hari ke-7 Post-Op, kolaborsi pemberin antibiotik. 3. Kurang pengetahuan perawatan diri dan bayi berhubungan dengan kurang informasi (Doengoes, 2000) Kurang pengetahuan adalah tidak ada atau kurang informasi kognitif berhubungan dengan topik yang spesifik, batasan karakteristik atau defining Characteristics (signs atau symptoms): Mengungkapkan adanya masalah, mengikuti intruksi tidak adekuat, tes penampilan tidak akurat, perilaku berlebihan atau tidak sesuai (histeris, bermusuhan, agitasi, apatis). Faktor 45
46
yang berhubungan atau Related Factors (etiology): Keterbatasan paparan, mudah lupa, misintepretasi informasi, keterbatasan kognisi, keterbatasan ketertarikan belajar, tidak familiar dengan sumber informasi. Kita ingat konsep Diagnosa Keperawatan dimana terdiri dari komponen Problem, Etiologi, Symptom (PES) atau Problem, Etiologi (PE). Catatan: Untuk diagnosis keperawatan Kurang pengetahuan disaraankan untuk dispesifikan (Rosyadi, Ong. 2007). Data yang mendukung diagnosa ini diantaranya adalah klien menyatakan tidak tahu tentang perawatan diri dan bayi, klien kurang tahu cara pemberian ASIyang baik. Pada pengkajian data yang dapat ditegakkan untuk diagnosa ini adalah Data Obyektif (DS): Kilen mengatakan ”tidak tahu cara perawatan diri setelah melahirkan”, Klien mengatakan ”tidak tahu cara pemberian ASI yang baik” Data Obyektif (DO): Klien terlihat kebingungan, klien terlihat belum mau menyusui anaknya, Payu dara tegang dan membesar. Penulis memprioritaskan masalah ini menjadi diagnosa ketiga karena sesuai dengan tingkat keparahan masalah dan tidak bersifat mengancam jiwa, tapi kalau tidak segera diatasi akan menimbulkan kesalah pahaman dan dapat menimbulkan masalah dalam menyusui perawatan diri dan bayi (Doengoes, 2000). Implementasi keperwatan yang dilakukan sesuai dengan intervensi keperawatan adalah pengkajian tingkat pengetahuan klien tentang manfaat ASI dan menyusui, rasionalnya untuk menghindari penyampaian informasi 46
47
yang tidak efektif (Doenges, 2000). Menjelaskan manfaat ASI dan menyusui dengan baik, rasionalnya untuk membantu klien agar mengetahui manfaat ASI dan menyusui dengan benar serta efektif. Evaluasi dari implementsi keperawtaan adalah Data Subyektif (DS): Klien mengatakan ”pengetahuannya menjadi bertambah tentang teknik pemberian ASI, dan manfaat ASI bagi bayi”. Data Obyektif (DO): Klien menjelaskan kembali mengenai teknik pemberian ASI dan manfaat ASI bagi bayinya, hal ini menunjukan bhwa msalah teratasi dan rencana tindakan dihentikan. B. Diagnosa keperawatan yang tidak muncul pada pengkajian a. Kurang volume cairan berhubungna dengan perdarahan (Doengoes, 2000). Kurang volume cairan adalah keadaan dimana seseorang tidak makan dan minum peroral melalui resiko terjadinya dehidrasi vaskuler, intertisiel atau interseluler (Carpenito, 2000: 441). Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi tubuh tetap sehat. Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh adalah merupakan salah satu bagian dari fisiologi homeostatis. Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan komposisi dan perpindahan berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air (pelarut) dan zat tertentu (zat terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan. Cairan dan elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui 47
48
makanan, minuman, dan cairan intravena (IV) dan didistribusi ke seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh total dan elektrolit ke dalam seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung satu dengan yang lainnya, jika salah satu terganggu maka akan berpengaruh pada yang lainnya (Siswanto, Muhammad. 2000). Menurut Carpenito untuk menegakkan diagnosa tersebut diperlukn tanda-tanda yang mendukung yaitu data mayor: Ketidak cukupan dan ketidak seimbangan cairan antara masukan dan peningkatan natrium serum, penurunn keluaran urin, urin pekat, penurunn turgor kulit dan rasa haus (Carpenito, 2000). Pada pengkajian kasus ini penulis tidak menemukan data seperti diatas, didukung oleh Data Subyektif (DS): Klien mengatakan ”minum 5-6 x gelas sehari dan dan Data Obyektif (DO): Mukosa lembab, tidak ada tanda-tanda kurang volume cairan (kulit kering, penurunan berat badan), input atau cairan yang masuk dari infus dan nutrisi yang masuk melalui oral atau parenteral. Perdarahan tidak terjadi kembali setelah operasi Sectio Caesarea, darah yang masih keluar pada waktu pengkajian adalah darah lochea. Untuk itu penulis menyimpulkan diagnosa ini tidak dingkat, oleh karena balance cairan klien tidak mengalami kekurangan yang berlebihan oleh karena pendarahan. 48
49
b. Resiko terhadap perubahan pola eliminasi perkemihan dan atau konstipasi yang berhubungan dengan manipulasi dan atau trauma sekunder terhadap Sectio Caesarea (Tucker, Susan Martin, 1998). Konstipasi adalah kelainan pada sistem pencernaan di mana seorang manusia (atau hewan) mengalami pengerasan feses yang sulit untuk dibuang yang dapat menyebabkan kesakitan hebat pada penderitanya. Konstipasi dapat disebabkan oleh pola makan, hormon, akibat samping obat-obatan, dan juga karena kelainan anatomis. Pengobatan konstipasi dapat dilakukan dengan pengubahan pola makan, obat pencahar (laksatif), terapi serat, dan pembedahan, walaupun pilihan terakhir jarang dilakukan. Konstipasi hebat disebut juga dengan obstipasi. Konstipasi adalah keluhan pencernaan yang paling umum. Gejala akan berbeda antara seseorang dengan seseorang yang lain, karena bentuk usus besar setiap orang berbeda-beda. Munculnya rasa mulas bukan suatu tanda, begitupula mulas yang tak tentu juga tidak menuju ke suatu gejala. Konstipasi sering terjadi pada anak-anak dan orang tua, dan lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan dengan pria. Pada anak-anak, konstipasi dapat mengarah kepada soiling (Wikipedia Indonesia, 2006). Adapun tanda dari konstipasi diantaranya: Adanya feses yang keras, defekasi kurang dari 3 kali seminggu, menurunnya bising usus, adanya keluhan pada rektum, nyeri saat mengejan dan defekasi, adanya keluhan masih ada sisa feses (Uliyah, Musrifatul. Hidayat, Aziz alimul: 2006). 49
50
Pada pengkajian yang didapatkan oleh penulis Data Subyektif (DS): Klien mengatakan ”klien BAB 1 hari sekali, tidak ada keluahan tentang masalah buang air besarnya, dan BAK kurang lebih 3-4 kali sehari, tidak ada masalah dengan BAK nya”. Data Obyektif (DO): Gerak peristaltik usus tidak mengalami peningkatan dan penurunan 12 kali permenit, feses dengan konsentrasi keras, tidak ada masalah mengenai proses BAB. Untuk itu penulis menyimpulkan diagnosa ini tidak dingkat. c. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik (Doengoes, 2000). Diagnosa ini dapat ditegakkan jika ada tanda mayor yaitu kelemahan, pusing, dispeu pada aktifitas, kelelahan akibat aktifitas, frekuensi pernapasan lebih dari 24 kali permenit, data umum adalah sianosis dan vertigo (Carpenito, 2000: 109). Keadaan klien pada saat pengkajian tidak menandakan adanya kelemahan fisik oleh klien, aktifitas klien terbatas oleh karena adanya nyeri atau rasa tidak nyaman setelah operasi Sectio Caesarea, frekuensi pernapasan dan klien pada saat pengkajian 24 kali permenit. Dari data yang didapatkan dari pengkajian yang mendukung diagnosa ini tidak dimunculkan diantaranya adalah dari Data Subyektif (DS): Klien mengatakan ”klien tidak merasa lemas dan letih”. Data Obyektif (DO): Klien sudah berpolah baring, klien tidak merasa cemas dengan keadaan seperti sekarang ini setelah di lakukan tindakan operasi, aktifitas klien belum sepenuhnya terpenuhi tetapi klien sudah tidak mengalami 50
51
kelemahan fisik seperti sebelumnya, latihan ambulasi bisa dilakukan dengan duduk ditempat diatas tempat tidur, dan berjalan dengan bantuan orang lain. Untuk itu penulis menyimpulkan diagnosa ini tidak dingkat. 51
52BAB V PENUTUP Dengan selesainya penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini yang penulis beri judul ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S DENGAN POST-OP SECTIO CAESREA INDIKASI KETUBAN PECAH DINI DI RUANG MAWAR I RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA, maka penulis dapat menyimpulkan dan memberi saran diantarannya: A. Kesimpulan Sectio Caesarea adalah lahirnya janin melalui insisi didinding abdomen (laparotomi) dan dinding uterus (histerektomi) (Cuningham, F garry, 2005: 592). Section caesarea adalah salah satu tindakan operatif untuk usaha menyelamatkan bayi dan serta ibunya, untuk itu dibutuhkan penanganan yang infasif supaya tidak terjadi komplikasi yang fatal seperti: Perdarahan, sepsis sesudah pembedahan, dan cedera pada sekeliling stuktur. Ketuban Pecah Dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum ada tanda-tanda persalinan (Mansjoer, Arif, 1999: 310). Ketuba Pecah Dini merupkan kejadian yang sering bayak ditemukan di Rumah Sakit, Penyebab dari ketuban pecah dini (KPD) masih belum jelas ada berbagai faktor ikut serta dalam kejadiannya (Hecker, 2001: 304): Infeksi vagina dan servik, fisiologi selaput ketuban yang abnormal, Inkompetensi servik, dan defisiensi gizi dari tembaga atau asam askorbat (vitamin C). Didalam Asuhan Keperawtan Sectio Caesarea, masalah utama yang muncul dalah gangguan rasa nyaman: Nyeri, masalah resiko tinggi infeksi
52
53
pada luka Post-Op Sectio Caesarea serta kurangnya pengethuan klien tentang masalah perawatan diri dan bayi. Asuhan keperawatan Post-Op Sectio Caesarea difokuskan pada masalh tersebut sesuai dengna intervensi keperawatan yang suhdah ditetapkan. 53B. Saran Penulis menyarankan kepada ibu-ibu pada umumnya dan klien pada khususnya, untuk dapat mendukung dan mencapai semua tujuan pada masa kehamilan dan perslinan, diharapkan ibu dapat mengikuti program senam hamil secara rutin untuk memperlancar proses persalinan nantinya. Kepada klien Sectio Caesarea agar selalu menggunakan alat support seperti gurita atau korset pada perut untuk melindungi tarikan kulit sekitar insisi Post-Op Sectio Caesarea dari tarikan yang berlebihan. Selain itu klien diharapkan tidak hamil lagi minimal 3 tahun dengan menggunakan alat kontrasepsi untuk mencegh kehamilan, kepada klien juga diharpkan untuk tetap menyusui bayinya dengan teknik yang benar minimal 6 bulan guna menjaga kesehatan bayi dan daya imun bayi. Didalam perawatan luka da teknik balutan selain konvensional yaitu Balutan Modern Bisa dengan keunggulan diantaranya: mempertahankan kelembaban luka lebih lama (5-7 hari), mendukung penyembuhan luka, kondisi lembab lebih lama dan memacu proses kesembuhan luka, penyerapan eksudat bagus, tidak menimbulkan nyeri saat penggantian balutan. Tetapi balutan modern lebih mahal dari pada blutan konvensional.contoh dri balutan modern diantaranya: Transparan film dengn keunggulan bisa melihat perkembangan luka, breathable, tidak tembus bakteri dan air.
54DAFTAR PUSTAKA Doengoes, Marllyn E, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawat Pasien, Alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, Editor Monica Ester, Yasmin Asih, Edisi 3, EGC, Jakarta. Ester, Monica.1999. Buku saku Diagnosa Keperawatan. Diterjemahkan dari Carpenito, 1999. HAND BOOK OF NURSING DIAGNOSE, 8/E. jakarta : EGC Hacker, Neville. 2001. Esensial Obstetri dan ginekologi, Edisi 2. Alih bahasa: EdiNugroho, Jakarta : Hipokrates Mansjoer, Arif.1999. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Media Aesculapius, FKUI, Jakarta. Hartono, Andry dkk. 2004. Obstetri Williams. Diterjemahkan dari F. Gary Conningham, at all. 2001. Williams Obstwtrics, 21ed. Jakarta : EGC Hidyat, Aziz Alimul A. Uliyah, Mussrifatul. 2006. Keterampilan prosese praktik klinik kebidanan. Jkarta : Salemba medik Tucker, Susan martin, at all. 1999. Standar Keperawatan Pasien: Proses Keperawatan, Dignosa dan Evaluasi. Alih bahasa Asih. Jakarta: EGC Rosyadi, Ong. 2007.http://banyumasperawat.wordpress.com/aplikasi-praktis-nanda-nic-noc-secara-manual-1/. 22-05-2008. 10.00 am .2007. http://banyumasperawat.wordpress.com/2008/05/08/perawatan-luka-moisture-balance/. 23-05-2008. 09.00 am Muhamamad, Siswanto Muhtasor. 2007. http://www.sisroom.blogspot.comkebutuhan-cairan-dan-elektrolit.html. 23-05-2008. 12.00 am Wikipedia Indonesia. 2006. http://id.wikipedia.org/wiki/Konstipasi. 23/05/2008.11.00 am Harnawati. 2008. http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/26/askep-sectio-caesaria/ 54
5524-04-2008. 09.30 am Hndri. 2007. http://drhandri.wordpress.com/2007/07/12/gel-platelet-mempercepat-penyembuhan-luka/ . 25-05-2008. 11.00 am Irma. 2007 .http://irmanthea.blogspot.com/2007/07/definisi-luka-adalah-rusaknya.html Thursday, July 19, 2007 . 25-05-2008. 11.30 am

1 komentar:

comment