Senin, 12 Mei 2008

TRAUMA ABDOMEN


BAB I
KONSEP DASAR


A. Pengertian


Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan cedera (Sjamsuhidayat, 1997). Trauma pada abdomen dapat di bagi menjadi dua jenis. Trauma penetrasi dan Trauma non penetrasi
1) Trauma penetrasi
a. Luka tembak
b. Luka tusuk
2) Trauma non-penetrasi
a. Kompresi
b. Hancur akibat kecelakaan
c. Sabuk pengaman
d. Cedera akselerasi
Trauma pada dinding abdomen terdiri kontusio dan laserasi.
1. Kontusio dinding abdomen disebabkan trauma non-penetrasi. Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan lunak dan masa darah dapat menyerupai tumor.
2. Laserasi, jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen harus di eksplorasi (Sjamsuhidayat, 1997). Atau terjadi karena trauma penetrasi.
Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ.
Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Sjamsuhidayat (1997) terdiri dari:
1. Perforasi organ viseral intraperitoneum
Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera pada dinding abdomen
2. Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen
Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli bedah.
3. Cedera thorak abdomen
Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma, atau sayap kanan dan hati harus dieksplorasi.

B. Etiologi
1. Penyebab trauma penetrasi
 Luka akibat terkena tembakan
 Luka akibat tikaman benda tajam
 Luka akibat tusukan
2. Penyebab trauma non-penetrasi
 Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh
 Hancur (tertabrak mobil)
 Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut
 Cidera akselerasi / deserasi karena kecelakaan olah raga

C. Patofisiologi
Jika terjadi trauma penetrasi atau non-pnetrasi kemungkinan terjadi pendarahan intra abdomen yang serius, pasien akan memperlihatkan tanda-tanda iritasi yang disertai penurunan hitung sel darah merah yang akhirnya gambaran klasik syok hemoragik. Bila suatu organ viseral mengalami perforasi, maka tanda-tanda perforasi, tanda-tanda iritasi peritonium cepat tampak. Tanda-tanda dalam trauma abdomen tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri spontan, nyeri lepas dan distensi abdomen tanpa bising usus bila telah terjadi peritonitis umum.
Bila syok telah lanjut pasien akan mengalami takikardi dan peningkatan suhu tubuh, juga terdapat leukositosis. Biasanya tanda-tanda peritonitis mungkin belum tampak. Pada fase awal perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul. Bila terdapat kecurigaan bahwa masuk rongga abdomen, maka operasi harus dilakukan (Sjamsuhidayat, 1997)

D. Manifestasi Klinis
Kasus trauma abdomen ini bisa menimbulkan manifestasi klinis menurut Sjamsuhidayat (1997), meliputi: nyeri tekan diatas daerah abdomen, distensi abdomen, demam, anorexia, mual dan muntah, takikardi, peningkatan suhu tubuh, nyeri spontan.
Pada trauma non-penetrasi (tumpul) pada trauma non penetrasi biasanya terdapat adanya
 Jejas atau ruktur dibagian dalam abdomen
 Terjadi perdarahan intra abdominal.
 Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga fungsi usus tidak normal dan biasanya akan mengakibatkan peritonitis dengan gejala mual, muntah, dan BAB hitam (melena)
 Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam setelah rauma.
 Cedera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio pada dinding abdomen.

Pada trauma penetrasi biasanya terdapat:
 Terdapat luka robekan pada abdomen
 Luka tusuk sampai menembus abdomen
 Penanganan yang kurang tepat biasanya memperbanyak perdarahan/memperparah keadaan
 Biasanya organ yang terkena penetrasi bisa keluar dari dalam andomen.

E. Pathways

Trauma
Operasi


Terjadi perforasi
Lapisan abdomen(kontusio,laserasi


Menekan Syaraf Peritonitis Terjadi perdarahan dalam jar
Lunak dan rongga abdomen

Nyeri
Motilitas usus Dilakukan tindakan
drain


Disfungsi usus resiko tinggi infeksi


Refluks usus output cairan lebih

Peningkatan Gg keseimbangan elektrolit
metabolisme
Defisit vol Cairan dan elektrolit
intake nutrisi
kurang

Kelemahan
fisik

Gangg. Mobilitas

F. Penanganan Awal
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian. Paramedik mungkin harus melihat Apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian awal dilakuakan prosedur ABC jika ada indikasi, Jika korban tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas.
1. Airway, dengan Kontrol Tulang Belakang
Membuka jalan napas menggunakan teknik ‘head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas. Muntahan, makanan, darah atau benda asing lainnya.
2. Breathing, dengan Ventilasi Yang Adekuat
Memeriksa pernapasan dengan menggunakan cara ‘lihat-dengar-rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah ada napas atau tidak, Selanjutnya lakukan pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan).
3. Circulation,dengan Kontrol Perdarahan Hebat
Jika pernapasan korban tersengal-sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 15 : 2 (15 kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas).

1) Penanganan awal trauma non- penetrasi (trauma tumpul)
a. Stop makanan dan minuman
b. Imobilisasi
c. Kirim kerumah sakit
d. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)
Dilakukan pada trauma abdomen perdarahan intra abdomen, tujuan dari DPL adalah untuk mengetahui lokasi perdarahan intra abdomen. Indikasi untuk melakukan DPL, antara lain:
(www.primarytraumacare.org)
 Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
 Trauma pada bagian bawah dari dada
 Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
 Pasien cidera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol, cedera otak)
 Pasien cedera abdominalis dan cidera bmedula spinalis (sumsum tulang belakang)
 Patah tulang pelvis
Pemeriksaan DPL dilakukan melalui anus, jika terdapt darah segar dalm BAB atau sekitar anus berarti trauma non-penetrasi (trauma tumpul) mengenai kolon atau usus besar, dan apabila darah hitam terdapat pada BAB atau sekitar anus berarti trauma non-penetrasi (trauma tumpul) usus halus atau lambung. Apabila telah diketahui hasil Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL), seperti adanya darah pada rektum atau pada saat BAB.
Perdarahan dinyatakan positif bila sel darah merah lebih dari 100.000 sel/mm³ dari 500 sel/mm³, empedu atau amilase dalam jumlah yang cukup juga merupakan indikasi untuk cedera abdomen. Tindakan selanjutnya akan dilakukan prosedur laparotomi
Kontra indikasi dilakukan Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL), antara lain:
 Hamil
 Pernah operasi abdominal
 Operator tidak berpengalaman
 Bila hasilnya tidak akan merubah penata-laksanaan
2) Penanganan awal trauma
3) Penetrasi (trauma tajam)
a. Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya) tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis.
b. Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan kain kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak memperparah luka.
c. Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak dianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila ada verban steril.
d. Imobilisasi pasien
e. Tidak dianjurkan memberi makan dan minum
f. Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekan
g. Kirim ke rumah sakit

G. Penanganan di Rumah Sakit
1) Trauma penetrasi
Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang ahli bedah yang berpengalaman akan memeriksa lukanya secara lokal untuk menentukan dalamnya luka. Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka masuk dan luka keluar yang berdekatan.
a. Skrinning pemeriksaan rongten.
Foto rongten torak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau Pneumotoraks atau untuk menemukan adanya udara intraperitonium. Serta rongten abdomen sambil tidur (supine) untuk menentukan jalan peluru atau adanya udara retroperitoneum.
b. IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning
Ini di lakukan untuk mengetauhi jenis cedera ginjal yang ada.
c. Uretrografi.
Di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture uretra
d. Sistografi
Ini di gunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada kandung kencing, contohnya pada fraktur pelvis.
2) Trauma non-penetrasi
Penanganan pada trauma benda tumpul di rumah sakit.
a. Pengambilan contoh darah dan urine
Darah di ambil dari salah satu vena permukaan untuk pemeriksaan laboratorium rutin, dan juga untuk pemeriksaan laboratorium khusus seperti pemeriksaan darah lengkap, potasium, glukosa, amilase.
b. Pemeriksaan Rongten
Pemeriksaan rongten servikal lateral, toraks anteroposterior dan pelvis adalah pemeriksaan yang harus di lakukan pada penderita dengan multi trauma, mungkin berguna untuk mengetauhi udara ekstraluminal di retroperitoneum atau udara bebas di bawah diafragma, yang keduanya memerlukan laparotomi segera.
c. Study kontras Urologi dan Gastrointestinal
Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon ascendens atau decendens dan dubur.




















BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN



I. Pengkajian Data Dasar
Pemeriksaan fisik ‘head to toe’ harus dilakukan dengan singkat tetapi menyeluruh dari bagian kepala ke ujung kaki.
Pengkajian data dasar menurut Doenges (2000), adalah:
1. Aktifitas/istirahat
Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas,
Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseim Bangan cedera (trauma)
2. Sirkulasi
Data Obyektif: kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas
(hipoventilasi, hiperventilasi, dll),
3. Integritas ego
Data Subyektif : Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang
atau dramatis)
Data Obyektif : Cemas, Bingung, Depresi.
4. Eliminasi
Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih/usus atau
mengalami gangguan fungsi.
5. Makanan dan cairan
Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahan
Selera makan.
Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen.
6. Neurosensori.
Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo
Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma,
perubahan status mental,
Kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.

7. Nyeri dan kenyamanan
Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan
lokasi yang berbeda, biasanya lama.
Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.
8. Pernafasan
Data Subyektif : Perubahan pola nafas.
9. Keamanan
Data Subyektif : Trauma baru/ trauma karena kecelakaan.
Data Obyektif : Dislokasi gangg kognitif.
Gangguan rentang gerak.

II. Focus intervensi
1. Defisit Volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan

Tujuan : Terjadi keseimbangan volume cairan
Intervensi : a. Kaji tanda-tanda vital
R/ untuk mengidentifikasi defisit volume cairan
b. Pantau cairan parenteral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin
R/ mengidentifikasi keadaan perdarahan
c. Kaji tetesan infus
R/ awasi tetesan untuk mengidentifikasi kebutuhan cairan
d. Kolaborasi : Berikan cairan parenteral sesuai indikasi.
R/ cara parenteral membantu memenuhi kebutuhan nuitrisi tubuh
e. Tranfusi darah
R/ menggantikan darah yang keluar

2. Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi abdomen. (Doenges, 2000)
Tujuan : Nyeri Teratasi
Intervensi : a. Kaji karakteristik nyeri
R/ mengetahui tingkat nyeri klien
b. Beri posisi semi fowler.
R/ mengurngi kontraksi abdomen
c. Anjurkan tehnik manajemen nyeri seperti distraksi
R/ membantu mengurangi rasa nyeri dengan mmengalihkan perhatian
d. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.
R/ analgetik membantu mengurangi rasa nyeri
e. Managemant lingkungan yang nyaman
R/ lingkungan yang nyaman dapat memberikan rasa nyaman klien

3. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak adekuatnya pertahanan tubuh
Tujuan : Tidak terjadi infeksi
Intervensi : a. Kaji tanda-tanda infeksi
R/ mengidentifikasi adanya resiko infeksi lebih dini
b. Kaji keadaan luka
R/ keadaan luka yang diketahui lebih awal dapat mengurangi resiko infeksi
c. Kaji tanda-tanda vital
R/ suhu tubuh naik dapat di indikasikan adanya proses infeksi
d. Perawatan luka dengan prinsip sterilisasi
R/ teknik aseptik dapat menurunkan resiko infeksi nosokomial
e. Kolaborasi pemberian antibiotik
R/ antibiotik mencegah adanya infeksi bakteri dari luar

4. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status kesehatan
Tujuan: ansietas teratasi
Kriteria hasil:
a. Pasien mengungkapkan pemahaman penyakit saat ini
b. Pasien mendemontrasikan koping positif dalm menghadapi ansietas
Intervensi:
a. Kaji perilaku koping baru dan anjurkan penggunaan ketrampilan yang berhasil pada waktu lalu
R/ koopong yang baik akan mengurangi ansietas klien
b. Dorong dan sediakan waktu untuk mengungkapkan ansietas dan rasa takut dan berikan penanganan
R/ mengetahui nsietas, rasa takut klien bisa mengidentifikasi masalah dan umtuk memberikan penjelasan kepada klien
c. Jelaskan prosedur dan tindakan dan beri penguatan penjelasan mengenai penyakit
R/ apabila kliem tahu tentang prosedur dan tindakan yang akan dilakukan, klien mengerti dan diharapkan ansietas berkurang
d. Pertahankan lingkungan yang tenang dan tanpa stres
R/ lingkungan yang nyaman dapat membuat klien nyaman dalam menghadapi situasi
e. Dorong dan dukungan orang terdekat
R/ memotifasi klien

5. Gangguan Mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik (Doenges, 2000)
Tujuan : Dapat bergerak bebas
Intervensi : a. Kaji kemampuan pasien untuk bergerak
R/ identifikasi kemampuan klien dalam mobilisasi
b. Dekatkan peralatan yang dibutuhkan pasien
R/ meminimalisir pergerakan lien
c. Berikan latihan gerak aktif pasif
R/ melatih otot-otot klien
d. Bantu kebutuhan pasien
R/ membantu dalam mengatasi kebutuhan dasar klien
e. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi.
R/ terapi fisioterapi dapat memulihkan kondisi klien





















DAFTAR PUSTAKA

Sjamsuhidayat. 1997, Buku Ajar Bedah,EC, Jakarta.
Doenges. 2000, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan Pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3, EGC, Jakarta.
Carpenito, 1998 Buku saku: Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis, Edisi 6, EGC ; Jakarta.
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1.UI : Media Aesculapius
http://health.groups.yahoo.com/group/indofirstaid/24,04,2008 12.29am
http://indofirstaid.tk/04,24,2008 12.30am
http://titik-awal.blogspot.com/ 04,24,2008 13.00am
http://www.primarytraumacare.org/ptcmam/training/ppd/ptc_indo.pdf/ 04,24,2008 13.10am










2 komentar:

comment